Hanya Menjadi IRT...?

Sudah hampir satu tahun saya berkarier full sebagai ibu Rumah Tangga dan sudah 8 tahun dipercaya menjadi seorang ibu. Tapi dalam kurun waktu itu ternyata masih banyak hal yang harus dipelajari dan dikidmati. Semakin banyak saya tahu tentang bagaimana seharusnya sosok Istri dan Ibu dalam Islam, saya menjadi semakin yakin banyaaak lagi ilmu yang belum dan harus saya pelajari.

Kalau ada beberapa orang yang bertanya (termasuk mungkin pertanyaan orang tua sendiri), " Tidak merasa sayang kah, setelah menempuh panjangnya jenjang pendidikan, tetapi pada akhirnya hanya menjadi Ibu Rumah Tangga?".

Setelah melalui hujan dan pelangi dalam berumah tangga dan membesarkan anak dengan pemahaman bahwa ia adalah bagian dari generasi, pemegang kekhalifahan... Saya yakin, bahwa memang perlu ilmu yang tinggi untuk menjadi seorang IRT, terutama dalam fungsinya sebagai seorang ibu. Bahkan saya jadi berfikir, bahwa penting sekali adanya jenjang dalam pedidikan formal yang khusus memperkenalkan kehidupan post married. Bukan hanya melulu tentang pendidikan sex yang biasanya malah sering merangsang pola fikir dari peserta didik yang tidak diharapkan, contohnya ada kecenderungan anak ingin tau lebih banyak dari yang seharusnya tentang hal itu.

Tentunya mereka pun harus lebih mengerti bahwa pernikahan tidak hanya melulu menyoal hal itu. Terbukti, setelah belasan tahun saya mengenyam pendidikan, tidak cukup lmu sabar dan kreatif saya dalam mendidik anak.

Saya pun jadi berfikir,,, ilmu dari seorang istri atau ibu jugalah yang akhirnya menjadi tolak ukur satu keluarga berhasil tidaknya dalam mengarungi problematika kehidupan utuh sebagai makhluk sosial dan religius. Ibu pula yang melahirkan generasi baru , dimana mereka memiliki hak untuk diwariskan ilmu yang menjadikan mereka penerus kekhalifahan yang berakidah dan berakhlak mulia. Tak kalah penting, kita juga berkewajiban menyiapkan mereka untuk siap mengarungi kehidupannya menjadi makhluk sosial di dunia sekaligus menjadikan dunianya itu sebagai bekal akhiratnya.

Subhanalloh...
Seorang ibulah yang bertanggung jawab untuk urusan se kompleks itu... Adakah yang masih menyayangkan seorang perempuan yg berilmu tinggi hanya memilih menjadi seorang ibu rumah tangga?

Ada lagi pertanyaan seperti ini yang datang kepada saya: " Apakah tidak sayang, meninggalkan karier yang telah dibangun, meninggalkan atribut yang dinilai kebanyakan orang sebagai profesi yang lumayan bonafit dan memilih untuk HANYA menjadi IRT?" Belum lagi pertanyaan seputar bagaimana menyikapi kondisi menghilangnya pemasukan dari
sallary, dengan tidak lagi bekerja membantu suami? Dan... biasanya memang alasan "pemasukan" itulah yang menjadikan banyak dari wanita karier yang telah berumah tangga dan menjadi ibu, tetap memilih untuk berkarier baik dengan izin suami atauuu suami terpaksa berkompromi mengijinkan istrinya tetap berkarier. Meskipun saya yakin dengan hati lembutnya, para istri dan ibu tersebut merasa teriris harus menomor duakan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu ketika dihadapkan pada moment2 yg membuahkan dilema.

Memang tidak mudah untuk siapapun meninggalkan gemerlap dunia yang sudah digenggam. Yang tadinya berseragam rapi, bekerja digedung yang bertengger melambangkan kemapanan dunia, memiliki pedapatan, berdandan, berbelanja dengan uang sendiri, mandiri memenuhi semua kebutuhan sendiri, bahkan berasa mampu memberikan kebahagiaan secara
materi yang dibutuhkan anak, sehingga berkuranglah rasa bersalah dalam hati telah menomor duakannya.

Astagfirullah... Hamba pernah ada di sana...ya Allah... ampuni hamba yang telah menduakan- Mu. Ilmu, pekerjaan beserta sejuta alasan lain yang melengahkanku dari fitrah sebagai seorang istri dan ibu telah menjadikan Tuhan-Tuhan lain yg mendampingi-Mu. Kecintaanku pada nafsu dunia telah mengurangi kepercayaan pada Allah yang memiliki alam semesta.

Dengan terkikisnya tauhidku pada-Mu, akhirnya melahirkan keresahan, kegundahan, kesakitan dan musibah dalam hidupku sendiri. Tuhan-Tuhan selain- Mu lah yang perlahan-lahan meruntuhkan tauhid dihati kami akan ke-Maha-an Mu. Akidahpun runtuh, dan dunia lah yang akhirnya menjadi pusat perhatian dan tempat sandaran... Ampuni kami ya Rabb...

Ya Allah berikan terus keyakinan, bahwa bukan pekerjaan yang menjadi sumber rezekiku, itu hanyalah salah satu dari cara dari beribu cara lain untuk aku menjemput rezeki dari- Mu. Insya Allah takdir hamba sekarang sebagai IRT, diberikan rezeki terbaik oleh- Mu melalui suami hamba, dari berjuta jalan rezeki lain yang Engkau sediakan. Berkah karier menjadi seorang Istri dan Ibu lah yang Engkau berikan sekarang, sebagai jalan untuk hamba bermanfaat di dunia dan sekaligus menjadi
bekal akhirat.
Alhamdulillah ya Allah...

Cinta Allah yang tak
bertepi satu-satunya sandaranku...
Papa... Parisya ada untukku... adalah bukti cinta Allah kepadaku...

Penulis: Dian Aryanti (Relawan RBA Garut/ Alumni ASMANADIA Writing Workshop)

About RBA Garut

Rumah Belajar GRATIS Anak-anak Yatim dan Dhuafa.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar