Artikel ini sudah saya tulisakan di blog pribadi yusronfauzi.com, namun alangkah senangnya bila kegudahan hati ini bisa juga dishare di blog ini:
Sebelum menikah, saya sudah mengazamkan untuk tidak mempunyai rumah sendiri. Ya, aneh memang. Seharusnya seorang kepala rumah tangga memberi nafkah kepada istrinya salah satunya membuatkan rumah. Paling tidak menyewa. Supaya tidak menumpang terus di rumah mertua.
Entahlah saya termasuk suami macam apa. Namun, ada tujuan lain kenapa saya tidak berniat punya rumah sendiri. Kalau memang Allah menaqdirkan saya untuk memiliki rumah pribadi, bagaimana caranya supaya rumah itu bukan hanya dihuni oleh saya, istri dan anak-anak. Saya ingin rumah dijadikan ladang ibadah dan ladang berkah.
Semoga saja niat baik ini menjadi lahan saya meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Semoga mereka (anak-anak) menuntun ketika saya tak berdaya. Aamiin.
Sebelum menikah, saya sudah mengazamkan untuk tidak mempunyai rumah sendiri. Ya, aneh memang. Seharusnya seorang kepala rumah tangga memberi nafkah kepada istrinya salah satunya membuatkan rumah. Paling tidak menyewa. Supaya tidak menumpang terus di rumah mertua.
Entahlah saya termasuk suami macam apa. Namun, ada tujuan lain kenapa saya tidak berniat punya rumah sendiri. Kalau memang Allah menaqdirkan saya untuk memiliki rumah pribadi, bagaimana caranya supaya rumah itu bukan hanya dihuni oleh saya, istri dan anak-anak. Saya ingin rumah dijadikan ladang ibadah dan ladang berkah.
Maka, saya bermusyawarah dengan istri juga orang tua di kedua belah pihak bahwa “Maaf. Saya tak bisa membuatkan rumah!” Karena memang rumah saya bukan di sini.
Apalagi ditambah dengan anak-anak
kampung yang belajar mengaji di rumah mertua dimana saya tinggal. Saya
semakin bersemangat untuk tak memiliki rumah pribadi. Karena rumah saya bukan di sini.
INILAH ALASANNYA
Semenjak
anak-anak kampung belajar mengaji tiap sore dua tahun yang lalu, sering
kutanya orang tua mereka – apa pekerjaannya -. Ternyata banyak dari
mereka sebagai korban keterabaian orang tua. Bayangkan, dua belas tahun
tidak bertemu dengan ayahnya. Bahkan ada lagi anak yang tidak rindu sama
sekali dengan ayah kandungnya sendiri. Mengkhawatirkan.
Alasan
inilah memotivasi saya untuk membangun sebuah rumah inap yatim piatu
dan mereka dhuafa yang terabaikan orang tuanya. Saya mencoba menjadi
orang tua mereka. Berbagai cara pun diikhtiarkan. Mengajak para donatur
untuk menyisihkan sebagian dari mereka. Alhamdulillah, sampai saat ini
tanah seluas sepuluh tumbak sudah dibeli setengahnya. Dan kini masih
dalam proses pondasi. Ketika niat baik selalu diikhtiarkan, kemudahan
akan selalu mendekat. Saya yakin itu.
Bangunan itu Insya Allah akan saya
jadikan sebagai: Rumah Inap Yatim Piatu Dhuafa, Pusat Pembelajaran
Kreatif, Pendampingan Kejar Prestasi, Penyaluran Bakat, dll.
Semoga saja niat baik ini menjadi lahan saya meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Semoga mereka (anak-anak) menuntun ketika saya tak berdaya. Aamiin.
Semoga bermanfaat.
0 komentar :
Posting Komentar